Cerita ini ku tulis saat hati mulai merasakan dingin , beku
dan tak ada kehangatan. Saat ku terkurung dalam sepi . Ku coba lagi bangkit ,
tapi rasanya sakit. Aku lelah ….
“Sheyla …..” , kakak ku memanggilku dengan setengah teriak ,
saat itu aku sedang berada di kamar dengan pulpen yang ku pegang dan saat itu
aku tersadar bahwa matahari sudah muncul, hangatnya mulai membelai diriku ,
tapi pipi ini masih basah , aku belum menerima semuanya, semua yang telah
terjadi akhir-akhir ini. Aku merasa tak bersemangat. Ku pejamkan mataku ,lalu
ku buka lagi mataku dan ku bangkit dari meja belajarku ,ku hampiri cermin dan
yang kudapati adalah wajahku yang pucat, mata ku merah dan pipiku basah. Aku
pun berdiri dan ku ayunkan langkah kakiku menuruni tangga dan segera ku temui
kakak ku. Dirinya sedang duduk di meja makan dengan gelas yang dia pegang dan
dia hanya diam, tak ada suara. Sepertinya kami belum bisa menerima semuanya,
semua begitu cepat terjadi. Kesedihan serta kehilangan ini akan mengisi
hari-hari kami , mungkin selamanya. Aku tak yakin dengan akan datangnya
kebahagiaan itu, semuanya hilang dengan cepat.
“Kak, aku mau bekerja aku tidak akan melanjutkan sekolahku
lagi..” , ucapku memecah keheningan itu. Tapi ,tak ada jawaban. Ku lihat
kakakku hanya diam seperti patung, aku tak percaya dengan semua yang terjadi
kami. Beberapa lama , kakak ku bangkit dan pergi ke dapur dan kembali lagi ke
meja makan membawa roti dan selai kacang dan ia letakkan di meja.
“lebih baik kamu sarapan dulu , nanti sakit .. “ ucap kakak
ku. Ku lihat di wajah nya menaruh duka yang sama. Mata nya pun sepertinya basah.
Aku tahu semua ini tak siap kami terima.
Aku tak menjawab dan aku pun duduk , ku makan roti itu tanpa
menggunakan selai kacang. Aku segera menghabiskan roti itu tanpa banyak bicara.
Tak sadar aku tersedak dan aku butuh minum. Kakak ku dengan sigap membawakan ku
minum lalu memberikan nya padaku , tapi tanpa berbicara. Wajahnya datar dan dia
langsung pergi ke kamar. Kak, aku tahu
semua ini tak bisa kita terima dengan cepat , tapi aku merindukan suaramu ,
suaramu yang lama bisa ku dengar, kenapa semuanya berubah cepat seperti ini.
Aku juga rindu ibu dan ayah, kenapa kalian pergi secepat itu kenapa kalian meninggalkan
kami disini berdua dengan berjuta kehilangan yang panjang.
Aku pun pergi ke kamar lalu ku putuskan untuk pergi keluar
dan mencari sebuah pekerjaan. Meski aku
hanya lulusan SMA dan mimpi ku untuk melanjutkan kuliah sangat besar tetapi
dengan kejadian yang aku alami aku tak mungkin bisa memenuhi mimpi kuliah ku
itu , aku harus bekerja. Aku tak memperdulikan uang yang dimiliki oleh almarhum
orangtuaku yang mungkin akan cukup untuk aku bisa kuliah, aku mulai memaksakan
semangatku untuk terus bangkit ,tak ada gunanya hanya berdiam diri di kamar
seperti yang telah aku lakukan 2 hari ini. Aku ingin memulai lagi semuanya dari
awal ,meski akan jauh berbeda karena dua orang yang aku sayang kini telah pergi
, pergi mendahuluiku.
Ku ayunkan langkah kaki ku ke luar, ternyata di luar agak mendung dan seperti nya akan turun hujan. Ku rapatkan jaket yang ku kenakan dan segera ku menuju sebuah toko buku favorit ku yang tidak jauh dari rumah. Hal yang sama, yang selalu aku lakukan dulu. Aku datang ke toko buku ini hampir setiap hari, dan sepertinya pelayan toko buku itu sudah tidak asing lagi akan kedatanganku. Hal yang sama karena ku selalu datang sendiri. Ku lihat buku-buku edisi baru , tidak ada yang menarik.
"Mungkin kamu akan menyukai buku ini,.." suara nya membangunkan perhatian ku pada buku yang sedang ku lihat.Ku ambil buku itu dan kulihat sampul buku nya . Cover buku berlatar langit biru dan ada sebuah kursi serta pohon didekatnya ,lalu ada seorang gadis yang duduk sendirian. Diatas nya ada tulisan Lonelyness. Hati ku bergumam, apakah harus keadaan ku saat ini aku samakan dengan buku yang harus ku baca? . Lalu ku lihat sosok tubuh yang menyodorkan buku itu, dia hanya asyik dengan kemoceng di tangan nya yang ia gunakan untuk membersihkan debu di rak -rak buku.
"Kamu kira aku sedang kesepian? harus baca buku ini? .." ucapku ketus kepadanya. Entah lah aku sedang malas berbincang dengan manusia baru saat ini,sehingga saat ku memulai berbicara yang keluar sedikit membentak. Dia menoleh kepadaku, dan dia hanya tersenyum. Dia berbalik arah dan menuju tempat kasir ,setelah itu dia kembali lagi dengan membawa buku tebal dan memperlihatkan nya padaku.
"Seperti nya aku tidak salah , setiap kali kau kesini kau selalu membeli buku-buku yang menggambarkan keadaanmu, .." ucapnya sambil menunjuk list pembelian buku dan disitu memang penuh dengan namaku dan nama buku yang ku beli. Dia pun tersenyum lagi, dan beranjak ke kasir . Aku hanya terdiam. Memang benar, setiap kali ku datang kesini, aku selalu membeli buku yang memang sedang menggambarkan keadaan ku, dan aku baru menyadarinya. Aku pun segera meletakkan buku itu, dan beranjak keluar toko tanpa ku beli buku satu pun. Kasir itu rupanya menyusulku.
"Tunggu,, maaf jika aku membuatmu marah . Aku penjaga kasir baru. Tidak baru sih, sudah satu bulan aku kerja disini. Dan maaf, memang aku sering memperhatikanmu saat membeli buku. Maaf, jangan sampai kau tidak akan mampir ke toko ini gara-gara ulahku tadi. Maafkan aku,.." ucapnya. Aku belum sempat menoleh ke arah nya, aku hanya diam tanpa menatap lelaki itu. Aku pun menoleh ke arah nya.
"Tenang saja,, mungkin aku saja yang terlalu berlebihan. Terima kasih sudah memperhatikanku.." ucapku dan langsung beranjak meninggalkan nya. Aku segera pergi jauh meninggalkan tempat itu, tanpa disadari ternyata hujan sudah turun dari tadi, dan aku pun setengah berlari dan bergegas menuju sebuah kafe.
Ku hangatkan badanku dengan memesan secangkir kopi hangat. Ku pilih tempat duduk dekat jendela. Ku lihat orang lalu lalang kesana kemari dengan payung nya. Memang benar, hari ini aku sedang kesepian. Aku hanya bisa duduk menyaksikan keasyikan para remaja seusiaku yang sedang berlari-lari kecil dengan temannya. Lalu, ku lihat lagi sepasang kekasih yang sedang berpayung melangkah melewati jalan. Hujan turun sangat gerimis, saat itu keadaan tidak terlalu ramai. Hanya gemericik air hujan serta langkah-langkah kecil dan sesekali terdengar kendaraan bermotor melewati jalan itu.
Ku ambil hand phone di saku jaket ku dan ku lihat beberapa pesan yang masuk serta panggilan tak terjawab. Isinya semua dari teman-temanku. Menanyakan perihal kabarku saat ini dan alasan kenapa aku tak mengangkat telepon mereka. Yuchi dan Merry adalah sahabat dekat ku dari SMP. Dua hari semenjak kepulangan ayah dan ibu, aku belum sempat bertemu dengan mereka, Entah lah,,seperti nya aku ingin menyendiri. Ku sengaja tak mengaktifkan nada dering handphone ku, aku malas menjawab telepon mereka.
Ku rebah kan pundakku pada kursi, mata ku terpejam dan aku pun tertidur,,
#drdrrrrrrrdrrr , getar hp membangunkan ku. Kak Sonia meneleponku. Ku angkat telepon dan mulai mendengar suaranya dari kejauhan.
"Sheyla, Kamu lagi dimana? .." ucapnya pelan.
"Di kafe kak, kenapa? Aku sedang tidak ingin dirumah, jangan suruh aku pulang.." ucapku.
"Ada sesuatu yang ingin kakak bicarakan, tolong lah kamu pulang!, yaa? " ucapnya memaksa.
"Baiklah,," ucapku malas dan langsung memutuskan pembicaraan.
Ku gerakkan badan ku dan menggeliat, seperti nya badan ku lemas sekali. Ku pandang wajah ku pada jendela, pipi ku tirus dan pucat. Apa aku sakit? Ku beranjak, berdiri dan mulai melangkah ke kasir lalu ku rapatkan lagi jaket ku dan mulai berlari menuju rumah. Ku lewati lagi toko buku itu, kulihat dari kejauhan , kasir itu sedang melayani pembeli, tetapi ku lihat mata nya sedang melihat ku dari kejauhan. Aku tak memperdulikannya, aku terus berlari hingga ku sampai ke gerbang rumah.
Terlihat ada beberapa sandal diluar rumah serta payung yang diletakkan. Apakah ada tamu ? Tapi, aku mengenal sandal dan payung itu, dan itu milik kedua temanku. Aku pun masuk dan melihat kedua temanku sedang berada di ruang tamu. Saat mereka melihat ku, mereka langsung menghampiriku dan Merry langsung memelukku.
"Kamu itu emang gak pernah peka yaa, aku kangen tau sama kamu shey,," ucapnya dengan nada khas dia yang manja.
"Iya shey, kenapa sih sms dan telepon dari kita gak pernah di angkat? apa kamu sudah lupa sama sahabat mu sendiri shey? , ucap Yuchi memegang pundakku.
"Aku baik-baik saja, kalian gak usah khawatir.." ucapku datar. Pelukan Merry terlepas dan dia hanya mentapku.
"Kamu pikir kita percaya? Lihat Shey, keadaan kamu sedang tidak baik. Wajahmu pucat, dan kamu sakit. Pokoknya aku ga mau tau, kamu harus izinin kita nginep disini dan merawat kamu yaa." ucap Merry.
"Aku bilang aku gapapa,, aku bukan anak kecil lagi Mey, chi. Kalian gak usah khawatirkan aku. Aku tau semua ini terjadi dan aku belum siap menerima semuanya. Tapi simpati kalian ga usah maksa aku buat nurut kayak anak kecil, aku pengen sendiri.." bentak ku kepada mereka. Mereka terlihat sedih dan tidak ada suara lagi. Ku lihat kak Sonia pun diam, tetapi tiba-tiba dia menghampiri ku dan menamparku.
"Apa ini yang diajarkan Ayah sama Ibu ? Sheyla, kamu sadar lah, kalau kamu memang bukan anak kecil seharusnya kamu lupain semua nya. Ayah , Ibu memang harus pergi ninggalin kita. Semesti nya kamu paham, orang yang kita sayangi tidak akan selamanya berada bersama kita. Sadar Shey.." ucap kakak ku , terlihat dia mengeluarkan air mata nya dan dia tertunduk lalu duduk. Aku tak bisa berkata apa-apa. Kata 'maaf' pun tak bisa aku ucapkan. Keegoisan ku muncul, dan entah apa yang menimpa kakakku ini karena bisa mendapatkan adik tidak tau sopan santun spertiku. Air mata ku tak keluar, seperti nya telah kering. Aku tak bisa apa-apa. Aku pun melangkah meninggalkan mereka disana, menuju tangga, tetapi belum sempat melangkah aku pingsan, tubuh ku tersungkur dan aku tak ingat lagi apa yang terjadi..
***
"Sheyla..." ucap Merry kepadaku. Aku membuka perlahan-lahan tapi kepalaku terasa berat dan aku benar-benar lemas sekali.
"Kamu pasti belum makan, terakhir kamu cuman makan roti saja." ucap Kak Sonia membawakan ku makan, lalu segera menghampiriku dan mengangkatku untuk duduk. Ku paksakan untuk makan, memang benar perut ku pun sakit,mungkin akibat telat makan.
"Maafkan aku yaa kak, ,," ucapku memecah keheningan. "maaf kan aku juga yaa Mey, Chi.."
Kak Sonia hanya diam, dia hanya mengangguk. Lalu segera menyuapi ku makan.
"Iya Shey, maafin kita juga ya kalau kita terlalu ngekhawatirin kamu, tapi itu karena kita sayang sama kamu Shey,," ucap Merry kepadaku.
"Makasih yaa ,kalian memang sahabat aku,, " ucapku sembari membukakan pelukan ku dan kita pun berpelukan. Aku sadar memang masih banyak orang yang mengkhawatirkan ku saat ini. MEski luka kehilangan Ayah dan Ibu belum sembuh, tapi aku yakin aku akan bisa melewati rasa sakit itu bersama mereka, dan aku tidak boleh terus menerus mengingatnya, aku harus bangkit ..
***
Di tempat yang berbeda, lelaki itu sedang berada di sebuah rumah susun yang padat dan sesak. Dia hanya memakai kaos oblong dan celana pendek. Di tangan nya ada sebuah kamera yang selalu ia bawa. Di lihat nya foto-foto yang banyak sekali menyimpan potret seorang perempuan.
"Boy,, buka pintu!" ucap seorang bapak-bapak gendut mengetuk pintu kamar nya. Dia pun segera menyimpan kamera nya dan bergegas keluar.
Ku ayunkan langkah kaki ku ke luar, ternyata di luar agak mendung dan seperti nya akan turun hujan. Ku rapatkan jaket yang ku kenakan dan segera ku menuju sebuah toko buku favorit ku yang tidak jauh dari rumah. Hal yang sama, yang selalu aku lakukan dulu. Aku datang ke toko buku ini hampir setiap hari, dan sepertinya pelayan toko buku itu sudah tidak asing lagi akan kedatanganku. Hal yang sama karena ku selalu datang sendiri. Ku lihat buku-buku edisi baru , tidak ada yang menarik.
"Mungkin kamu akan menyukai buku ini,.." suara nya membangunkan perhatian ku pada buku yang sedang ku lihat.Ku ambil buku itu dan kulihat sampul buku nya . Cover buku berlatar langit biru dan ada sebuah kursi serta pohon didekatnya ,lalu ada seorang gadis yang duduk sendirian. Diatas nya ada tulisan Lonelyness. Hati ku bergumam, apakah harus keadaan ku saat ini aku samakan dengan buku yang harus ku baca? . Lalu ku lihat sosok tubuh yang menyodorkan buku itu, dia hanya asyik dengan kemoceng di tangan nya yang ia gunakan untuk membersihkan debu di rak -rak buku.
"Kamu kira aku sedang kesepian? harus baca buku ini? .." ucapku ketus kepadanya. Entah lah aku sedang malas berbincang dengan manusia baru saat ini,sehingga saat ku memulai berbicara yang keluar sedikit membentak. Dia menoleh kepadaku, dan dia hanya tersenyum. Dia berbalik arah dan menuju tempat kasir ,setelah itu dia kembali lagi dengan membawa buku tebal dan memperlihatkan nya padaku.
"Seperti nya aku tidak salah , setiap kali kau kesini kau selalu membeli buku-buku yang menggambarkan keadaanmu, .." ucapnya sambil menunjuk list pembelian buku dan disitu memang penuh dengan namaku dan nama buku yang ku beli. Dia pun tersenyum lagi, dan beranjak ke kasir . Aku hanya terdiam. Memang benar, setiap kali ku datang kesini, aku selalu membeli buku yang memang sedang menggambarkan keadaan ku, dan aku baru menyadarinya. Aku pun segera meletakkan buku itu, dan beranjak keluar toko tanpa ku beli buku satu pun. Kasir itu rupanya menyusulku.
"Tunggu,, maaf jika aku membuatmu marah . Aku penjaga kasir baru. Tidak baru sih, sudah satu bulan aku kerja disini. Dan maaf, memang aku sering memperhatikanmu saat membeli buku. Maaf, jangan sampai kau tidak akan mampir ke toko ini gara-gara ulahku tadi. Maafkan aku,.." ucapnya. Aku belum sempat menoleh ke arah nya, aku hanya diam tanpa menatap lelaki itu. Aku pun menoleh ke arah nya.
"Tenang saja,, mungkin aku saja yang terlalu berlebihan. Terima kasih sudah memperhatikanku.." ucapku dan langsung beranjak meninggalkan nya. Aku segera pergi jauh meninggalkan tempat itu, tanpa disadari ternyata hujan sudah turun dari tadi, dan aku pun setengah berlari dan bergegas menuju sebuah kafe.
Ku hangatkan badanku dengan memesan secangkir kopi hangat. Ku pilih tempat duduk dekat jendela. Ku lihat orang lalu lalang kesana kemari dengan payung nya. Memang benar, hari ini aku sedang kesepian. Aku hanya bisa duduk menyaksikan keasyikan para remaja seusiaku yang sedang berlari-lari kecil dengan temannya. Lalu, ku lihat lagi sepasang kekasih yang sedang berpayung melangkah melewati jalan. Hujan turun sangat gerimis, saat itu keadaan tidak terlalu ramai. Hanya gemericik air hujan serta langkah-langkah kecil dan sesekali terdengar kendaraan bermotor melewati jalan itu.
Ku ambil hand phone di saku jaket ku dan ku lihat beberapa pesan yang masuk serta panggilan tak terjawab. Isinya semua dari teman-temanku. Menanyakan perihal kabarku saat ini dan alasan kenapa aku tak mengangkat telepon mereka. Yuchi dan Merry adalah sahabat dekat ku dari SMP. Dua hari semenjak kepulangan ayah dan ibu, aku belum sempat bertemu dengan mereka, Entah lah,,seperti nya aku ingin menyendiri. Ku sengaja tak mengaktifkan nada dering handphone ku, aku malas menjawab telepon mereka.
Ku rebah kan pundakku pada kursi, mata ku terpejam dan aku pun tertidur,,
#drdrrrrrrrdrrr , getar hp membangunkan ku. Kak Sonia meneleponku. Ku angkat telepon dan mulai mendengar suaranya dari kejauhan.
"Sheyla, Kamu lagi dimana? .." ucapnya pelan.
"Di kafe kak, kenapa? Aku sedang tidak ingin dirumah, jangan suruh aku pulang.." ucapku.
"Ada sesuatu yang ingin kakak bicarakan, tolong lah kamu pulang!, yaa? " ucapnya memaksa.
"Baiklah,," ucapku malas dan langsung memutuskan pembicaraan.
Ku gerakkan badan ku dan menggeliat, seperti nya badan ku lemas sekali. Ku pandang wajah ku pada jendela, pipi ku tirus dan pucat. Apa aku sakit? Ku beranjak, berdiri dan mulai melangkah ke kasir lalu ku rapatkan lagi jaket ku dan mulai berlari menuju rumah. Ku lewati lagi toko buku itu, kulihat dari kejauhan , kasir itu sedang melayani pembeli, tetapi ku lihat mata nya sedang melihat ku dari kejauhan. Aku tak memperdulikannya, aku terus berlari hingga ku sampai ke gerbang rumah.
Terlihat ada beberapa sandal diluar rumah serta payung yang diletakkan. Apakah ada tamu ? Tapi, aku mengenal sandal dan payung itu, dan itu milik kedua temanku. Aku pun masuk dan melihat kedua temanku sedang berada di ruang tamu. Saat mereka melihat ku, mereka langsung menghampiriku dan Merry langsung memelukku.
"Kamu itu emang gak pernah peka yaa, aku kangen tau sama kamu shey,," ucapnya dengan nada khas dia yang manja.
"Iya shey, kenapa sih sms dan telepon dari kita gak pernah di angkat? apa kamu sudah lupa sama sahabat mu sendiri shey? , ucap Yuchi memegang pundakku.
"Aku baik-baik saja, kalian gak usah khawatir.." ucapku datar. Pelukan Merry terlepas dan dia hanya mentapku.
"Kamu pikir kita percaya? Lihat Shey, keadaan kamu sedang tidak baik. Wajahmu pucat, dan kamu sakit. Pokoknya aku ga mau tau, kamu harus izinin kita nginep disini dan merawat kamu yaa." ucap Merry.
"Aku bilang aku gapapa,, aku bukan anak kecil lagi Mey, chi. Kalian gak usah khawatirkan aku. Aku tau semua ini terjadi dan aku belum siap menerima semuanya. Tapi simpati kalian ga usah maksa aku buat nurut kayak anak kecil, aku pengen sendiri.." bentak ku kepada mereka. Mereka terlihat sedih dan tidak ada suara lagi. Ku lihat kak Sonia pun diam, tetapi tiba-tiba dia menghampiri ku dan menamparku.
"Apa ini yang diajarkan Ayah sama Ibu ? Sheyla, kamu sadar lah, kalau kamu memang bukan anak kecil seharusnya kamu lupain semua nya. Ayah , Ibu memang harus pergi ninggalin kita. Semesti nya kamu paham, orang yang kita sayangi tidak akan selamanya berada bersama kita. Sadar Shey.." ucap kakak ku , terlihat dia mengeluarkan air mata nya dan dia tertunduk lalu duduk. Aku tak bisa berkata apa-apa. Kata 'maaf' pun tak bisa aku ucapkan. Keegoisan ku muncul, dan entah apa yang menimpa kakakku ini karena bisa mendapatkan adik tidak tau sopan santun spertiku. Air mata ku tak keluar, seperti nya telah kering. Aku tak bisa apa-apa. Aku pun melangkah meninggalkan mereka disana, menuju tangga, tetapi belum sempat melangkah aku pingsan, tubuh ku tersungkur dan aku tak ingat lagi apa yang terjadi..
***
"Sheyla..." ucap Merry kepadaku. Aku membuka perlahan-lahan tapi kepalaku terasa berat dan aku benar-benar lemas sekali.
"Kamu pasti belum makan, terakhir kamu cuman makan roti saja." ucap Kak Sonia membawakan ku makan, lalu segera menghampiriku dan mengangkatku untuk duduk. Ku paksakan untuk makan, memang benar perut ku pun sakit,mungkin akibat telat makan.
"Maafkan aku yaa kak, ,," ucapku memecah keheningan. "maaf kan aku juga yaa Mey, Chi.."
Kak Sonia hanya diam, dia hanya mengangguk. Lalu segera menyuapi ku makan.
"Iya Shey, maafin kita juga ya kalau kita terlalu ngekhawatirin kamu, tapi itu karena kita sayang sama kamu Shey,," ucap Merry kepadaku.
"Makasih yaa ,kalian memang sahabat aku,, " ucapku sembari membukakan pelukan ku dan kita pun berpelukan. Aku sadar memang masih banyak orang yang mengkhawatirkan ku saat ini. MEski luka kehilangan Ayah dan Ibu belum sembuh, tapi aku yakin aku akan bisa melewati rasa sakit itu bersama mereka, dan aku tidak boleh terus menerus mengingatnya, aku harus bangkit ..
***
Di tempat yang berbeda, lelaki itu sedang berada di sebuah rumah susun yang padat dan sesak. Dia hanya memakai kaos oblong dan celana pendek. Di tangan nya ada sebuah kamera yang selalu ia bawa. Di lihat nya foto-foto yang banyak sekali menyimpan potret seorang perempuan.
"Boy,, buka pintu!" ucap seorang bapak-bapak gendut mengetuk pintu kamar nya. Dia pun segera menyimpan kamera nya dan bergegas keluar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah dibaca :)